ndangi wajah yang cantik dan lucu itu. Matanya terpejam dengan mulut mungil yang sedikit terbuka. Wajahnya terlihat begitu damai hingga rasa itu bisa menembus jantungku. Napasmu yang lembut terdengar merdu di telingaku.
Menyusui dengan penuh kasih
Menyusui dengan penuh kasih
Oh anakku, kamu adalah buah hatiku yang akan selalu kusayang sampai kapanpun. Baiklah nak, aku akan mulai menuliskan kisah seputar kelahiranmu yang sungguh luar biasa hingga membuat hidupku mengalami suatuperubahan.
Dan agar kelak kau tahu bahwa aku sangat menyayangimu.
Saat itu kamu telah mempunyai kakak yang lucu dan manis yaitu kak Rania. Kak Rania berusia 18 bulan saat aku melepas alat KB spiral. Kau tahu mengapa? Karena aku melihat kenyataan bahwa kakak-kakakku setelah melepas KB spiral, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengandung lagi. Jadi saat itu aku pun memutuskan untuk melepasnya sehingga bila membutuhkan waktu yang agak lama, jaraknya tak terpaut jauh dengan kakakmu dan seandainyapun cepat maka perkiraan terpautnya pun tak terlalu dekat. Dan tak dinyana, ternyata 1 bulan kemudian aku terlambat datang bulan dan dinyatakan positif hamil. Padahal saat itu aku masih menyusui kakakmu yang berumur 19 bulan tetapi demi kebaikan semua, maka aku putuskan untuk menyapih kakakmu. Kakakmu seakan tahu dan mengerti kalau akan mempunyai seorang adik sehingga saat disapih pun aku tak mengalami kesulitan. Hari-hari selanjutnya berlangsung menyenangkan hingga saatnya mual-mual karena awal kehamilan datang. Aku menjadi sangat malas makan dan minum, badanku lemas. Aku hanya minum vitamin dari dokter dan makan buah saja..
Ketika itu papamu baru saja membuka usaha sendiri dan aku yang sedang hamil muda merasa sedikit terabaikan. Tapi aku juga menyadari mungkin itu karena pengaruh perubahan hormon sehingga merasa bertambah sensitif. Pada suatu malam sekitar pukul 20.30, aku merasa badanku tidak enak da rasa cemas datang melanda dengan tiba-tiba. Ya Allah, ada apa ini? Perasaan cemas yang begitu kuat membuat jantungku berdebar kencang. Pikiranku kalut dan berkelebat pikiran yang aneh-aneh (maaf nak, aku tidak cukup kuat untuk bisa menulisnya tapi mungkin suatu saat aku bisa menceritakannya). Sementara papamu masih sibuk dengan usaha barunya, aku merasa bingung harus bagaimana.
Aku merasa bukan diriku. Keadaan perutku yang kosong, jantung berdebar kencang, pikiran tak menentu..
Saat itu yang kulakukan adalah berwudhu sambil aku siram kepalaku sementara bibirku tak henti mengucap istighfar. Ada apa ini? Kenapa aku seperti ini? Hari-hari berikutnya kulalui dengan perasaan cemas setiap saat. Saat akan tidur, bangun tidur, di saat beraktifitas, sholat sekalipun. Ya Allah, ampuni diriku atas segala dosaku. Aku datangi kedua orang tuaku, aku ceritakan dan tak lupa akupun meminta maaf pada mereka barangkali ada sesuatu hal yang salah aku lakukan menurut mereka. Papamu yang memang pendiam, selalu mendengarkan apa-apa yang kurasakan.
Sambil beraktifitas (saat itu aku masih kerja) dengan keadaan cemas dan jantung berdebar sangatlah tidak nyaman. Dan anehnya, pikiranku sering memikirkan hal-hal yang aneh dan itu bukan tentang dirimu, sayang. Kenapa saat itu aku sama sekali tak memikirkan kandunganku? Meskipun aku tetap rutin minum vitamin dan obat yang diberi dokter. Ketika aku bercerita pada dokter kandunganku, beliau hanya mengatakan kondisi yang wajar karena ada perubahan hormon. Tetapi aku merasa hal itu sudah tak wajar karena jantungku berdebar setiap saat. Aku benci dengan diriku sendiri.
Padahal nak, aku sayang sekali denganmu.. Berita kehamilanku (mengandung engkau, sayangku) menjadikanku merasa seorang ibu yang paling bahagia di dunia. Aku tak tahu mengapa hal ini bisa terjadi. Setiap saat aku harus selalu menjaga akal sehatku. “Wen, kamu adalah seorang yang kuat, cobaan ini pasti akan terlampaui, nikmati hidupmu dengan suami, anak dan janinmu dan introspeksilah dirimu,” akal sehatku menyemangatiku.
Saat kandunganku berusia 7 bulan, aku diantar oarangtuaku ke RS untuk periksa jantung dan cek darah lengkap. Hasilnya semua positif (normal). Aku sudah menduga pasti alasan psikologis. Karena di samping sering mengalami cemas, aku juga sering mimpi buruk, berat badanku menurun. Aku tahu stress dan depresi bisa mempengaruhi perkembangan janin juga perkembangan bayi kelak setelah lahir. Maka akupun bertekad untuk bisa memberimu ASI. Karena aku tahu dengan memberikan ASI, bisa menambah kedekatan hubungan ibu dan anak. Sering aku belai perutku sambil bicara lembut denganmu,”maafkan mama, nak. Mama sayang kamu”. Aku perdengarkan suara-suara yang lembut, entah itu musik klasik, mengaji, dsb. Karena selain bisa menenangkan diriku sendiri, aku tahu engkaupun sejatinya ikut mendengar.. Suatu ketika saat aku hamil tua (sudah melewati tanggal yang diperkirakan dokter), ibuku sakit dan harus opname. Akupun menyempatkan control kandungan.
Dan disarankan untuk menginap di RS karena sepertinya akan melahirkan. Aku yang sebenarnya tak merasakan gejala akan melahirkan apapun, menurut saja. Rasa sakit baru kurasakan keesokan harinya. Kamarku di lantai 3, sedangkan ibuku di lantai 1 sementara lift yang ada sedang rusak. Pagi itu aku berniat menjenguk ibuku di lantai 1 lewat tangga (tanpa sepengetahuan perawat), saat sedang ngobrol, aku merasakan mulas-mulas. “Wah, rasanya mau melahirkan nih,”pikirku.
Akupun bergegas naik ke lantai 3 sambil sesekali berhenti untuk mengambil nafas. Sesampai di kamarku, aku sempatkan untuk sarapan sebagai persediaan tenaga mengedan. Sesekali aku melirik jam, ternyata rasa mulas sudah 5 menit-an. Berkali-kali aku telepon papamu yang saat itu pulang sebentar setelah menginap di RS. Aku sempatkan ke kamar mandi untuk BAB dan ternyata sudah tak sanggup. Akhirnya aku pencet tombol, perawat datang dan membawaku ke ruang bersalin.
Papamu datang beberapa saat sebelum kau lahir, anakku. Hari itu hari Minggu pukul 09.46 WIB, engkau hadir dalam hidupku. Alhamdulillah, engkau sehat, cantik dan normal. Berat lahirmu 3,4 kg dengan panjang 49 cm. Terima kasih Allah atas segala karuniaMu. Kami sepakat memberimu nama Alvita Aqilah. Di balik kebahagiaan atas kehadiranmu nak, ternyata rasa cemasku tidak mereda bahkan pikiran-pikiran aneh yang terlintas semakin membuatku senewen.
Setelah dua hari menginap di RS, kita berdua boleh pulang, sayang. Tapi aku memutuskan untuk berkonsultasi terlebih dulu ke dokter spesialis kesehatan jiwa sementara kamu di bawa pulang nenekmu.
Oleh dokter, aku diberi obat penenang dengan dosis rendah yang tidak mempengaruhi produksi ASI. Penyakit cemas itu sangat membuatku tidak tenang tapi di lain sisi, keinginanku sangat kuat untuk bisa memberimu ASI. Sebenarnya saat itu ASI-ku sepertinya sangat sedikit karena
payudaraku pun tidak membesar selayaknya ibu-ibu lain yang menyusui.
Aku menyadarinya karena itu aku selalu makan makanan yang bergizi, obat, vitamin khususnya yang bisa memperbanyak produksi ASI selain obat penenangku. Beberapa hari setelah keluar dari RS selepas melahirkan, ternyata ada lagi cobaan untukku. Aku terkena penyakit herpes.
Ya, tangan sisi kananku secara berurutan timbul gelembung-gelembung berkelompok dan rasanya apa ya, seperti krenyeng-krenyeng gitu, sayang. Aku khawatir ini bisa mempengaruhi dalam pemberian ASI untukmu tetapi kata dokter tak apa-apa asalkan aku memakai masker.
Bahkan kata dokter, aku harus bersyukur karena penyakit ini muncul setelah aku melahirkan tidak saat hamil. Jadilah aku harus menyusui dirimu dengan memakai masker dan memakai baju berlengan panjang sampai aku sembuh. Alhamdulillah, kamu kuat sayang, sehingga tak tertular penyakitku. Di balik itu semua, penyakit depresiku masih belum reda bahkan saat itu aku diliputi rasa takut. Takut menyakitimu, aku takut melihat pisau, aku takut ditinggal berdua saja denganmu, nak. Maaf bukannya apa-apa, aku sangat takut jika di luar kontrolku bisa menyakitimu.
Jantungku masih terus berdegup kencang, keringat dingin setiap saat. Kurasakan obat penenang itu tak banyak membantu, malah terkadang aku merasa semakin berdebar maka aku putuskan tak meminumnya lagi.
Sambil aku menyusuimu, aku selalu pusatkan diriku untukmu, berceloteh denganmu mengabaikan pikiran-pikiran liarku, aku belai lembut kulitmu dengan mengabaikan degupan jantungku. Aku berdzikir untuk mengingatNya, berusaha selalu berpikir positif. Ya Allah, ampuni aku, aku ingin jadi ibu yang baik untuk anakku. Beberapa bulan menyusuimu ternyata memberi efek positif. Tubuhmu terlihat gemuk, rambutmu yang tebal dan hitam membuatmu tampak lucu dan cantik bahkan sempat menjadi juara ke-2 lomba bayi sehat yang diadakan di RSSG. Rasa cemasku perlahan-lahan menghilang meskipun terkadang masih muncul tetapi aku banyak belajar darimu, sayangku bagaimana caranya mengelola rasa,
mengelola hati dan cinta. Aku belajar untuk selalu pasrah dan ikhlas dalam menjalani hidup.
Akhirnya program ASI eksklusifmu pun selesai, saatnya engkau mengenal makanan padat. Sebenarnya aku masih berkeinginan untuk memberimu ASI hingga usia 2 tahun tetapi aku sudah merasa kewalahan, Payudaraku sudah begitu susut sementara kamu sudah mulai memasukkan jarimu ke mulut karena merasa kehausan. Maafkan aku, sayang. Aku tak tahu, apakah karena depresi ini begitu menyita diriku hingga ASI-ku tak begitu banyak tetapi aku senang karena kita memiliki banyak waktu yang berharga.
Saat ini kamu sudah kelas 1 SD, kamu pintar dan cantik. Kamu pun punya seorang adik yang cantik. Alhamdulillah sekarang aku bisa memberi adikmu ASI hingga berusia 2 tahun. Itu semua juga berkat kamu, sayangku. Kamu telah membantuku melewati masa-masa yang sulit dalam
hidupku. Terima kasih, sayangku. Mama selalu sayang dan cinta padamu.
Tak terasa aku menulis hingga kurasakan kakimu menyentuh badanku. Badanmu mulai bergerak lembut sementara matamu tampak mengerjap-kerjap. Dan sesaat kau membuka mata, lalu melihat ke arahku tampak bibirmu yang mungil berucap lirih,”mama….” Sambil tanganmu berusaha memelukku. Aku pun segera menyambut pelukan hangat itu.
http://selasi.net/index.php?option=com_content&%3Bview=article&%3Bid=207%3Akarena-aku-sayang-tak-beratnya-cobaan-tak-menghalangiku-memberi-asi&%3Bcatid=27%3Akisah-sukses&%3BItemid=70
No comments:
Post a Comment