Tuesday, November 30, 2010

Komunitas Berbagi ASI di jaringan sosial Facebook

Beberapa waktu ini jaringan sosial Facebook menjadi menarik bagi banyak ibu di seluruh dunia karena keberadaan sebuah komunitas berbagi ASI (Milk Sharing) Eats On Feets Global. http://www.eatsonfeets.org/

Indonesia pun menjadi salah satu Negara yang mendukung kegiatan tersebut, dengan keberadaan halaman Facebook Eats On Feets – Indonesia. http://www.facebook.com/pages/Eats-On-Feets-Indonesia/166525713366512

Sebagai sebuah komunitas berbagi ASI (Milk Sharing), Eats On Feets Global telah bergabung 28 negara dengan 107 halaman di Facebook. Komunitas ini bertujuan untuk menggalakkan kembali sebuah perilaku sosial berbagi ASI atau memiliki ibu persusuan sebagaimana yang dilakukan pada tahun-tahun yang lampau. Cara ini lebih disukai karena memberikan kewenangan penuh bagi ibu untuk menentukan sendiri apa yang bisa dilakukan oleh dirinya, dalam hal ini adalah Air Susu Ibu tersebut.

Sedikit uraian mengapa nama Eats On Feets dipilih menjadi sebuah jargon, adalah “Eats on Feets” hanyalah permainan kata-kata untuk masyarakat di Amerika Serikat. Ada sebuah program sosial disana yang sudah cukup lama dilakukan, yaitu “Meals On Wheels” yang mengantarkan makanan kepada para lansia dengan menggunakan mobil. Sebagai seorang wanita yang produktif memproduksi Air Susu Ibu (ASI) bagi buah hati, secara umum berdiri dan bergerak menggunakan kedua kaki. Atas dasar pemikiran ASI sebagai makanan (Eats) dan bergerak dengan (On) kaki (Feets). maka - ‘Eats on Feets”.

Keterlibatan Indonesia dalam komunitas ini berawal dari informasi yang diperoleh oleh dr Henny Zainal, BC dari Emma Kwasnica, seorang Laktivis Kanada, mengenai seorang warga Negara Canada yang mencari ASI bagi buah hatinya. Melalui jaringan Facebook, yaitu grup Tanya ASI (Bersama PAdI) http://www.facebook.com/group.php?gid=193924016025 informasi ini disebarkan dan hingga saat ini dimana bayi berusia 3 bulan-dapat terpenuhi kebutuhan ASI melalui sistem BAGI ASI (Milk Sharing) dan tidak setetespun susu formula memasuki tubuh bayi “B”.

Mengenai sistem BAGI ASI, baik di dunia internasional maupun nasional masih menjadi sebuah isu yang serius. Untuk dunia internasional, sistem BAGI ASI (milk sharing) dianggap memiliki resiko tinggi terhadap penularan penyakit seperti HIV/AIDS, dan sebagainya. Bahkan Departemen Kesehatan Kanada juga dr Jack newman sebagai pakar ASI yang paling berpengaruh di dunia pun menolak untuk memberikan dukungan.

Press Release yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Kanada, bisa dibaca disini http://www.hc-sc.gc.ca/ahc-asc/media/advisories-avis/_2010/2010_202-eng.php

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan media Kanada, dr Jack Newman yang merupakan Pakar ASI Internasional mengatakan bahwa resiko transmisi atau penularan kecil, namun beliau tetap beranggapan bahwa Bank ASI lebih aman.

Still, Newman doesn’t support woman-to-woman sharing, even though he says the risk of disease transmission is small. “I’m worried about it. I think this should not be done on an informal basis,” says the founder of the Newman Breastfeeding Clinic and Institute in Toronto. “This is why it’s so important to have a system of breast-milk banks.”

http://www.thestar.com/living/article/898077–breast-milk-banks-latch-on-to-social-media

Bahkan Federal Drug Association melihat kegiatan berbagi ASI (milk sharing) sebagai sebuah tindakan berbahaya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Reuters.com.

“FDA recommends against feeding your baby breast milk acquired directly from individuals or through the Internet,” the agency wrote.

Sedangkan di Indonesia, isu terbesar terkait dengan BAGI ASI adalah bukan sekedar masalah penularan penyakit, namun lebih kepada isu mengenai hukum persusuan dalam Islam. Indonesia sebagai Negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, maka isu ini menjadi sangat penting.

Sejauh ini terdapat dua pendapat yang berbeda terkait hukum BAGI ASI. Menurut ulama Quraish Shihab, bahwa BAGI ASI dimana bayi mendapatkan ASI tidak dengan penyusuan langsung maka bukan sebagai persusuan. Sejalan dengan ulama Yusuf Qardhawi di dalam bukunya “Fatwa-fatwa Kontemporer”, http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Kontemporer/BankSusu1.html yang mengatakan persusuan jika bayi menyusu langsung di payudara ibu susuannya dan terjalin ikatan secara emosi. Sedangkan ASI yang dikonsumsi melalui perah dan diberikan dengan menggunakan cara lain dianggap bukan persusuan.

Pendapat lain, dari Huzaemah Tahida Yanggo, seorang dosen dan ulama perempuan di Indonesia dalam bukunya yang berjudul “Fiqih Anak” mengungkapkan bahwa ASI yang memasuki tubuh seorang anak manusia tetap dianggap persusuan dengan cara apapun, baik menyusu langsung maupun ASI Perah.

Dan jika melihat komposisi dari ASI, salah satunya terkandung gen RNA atau lebih dikenal sebagai gen pembawa sifat seseorang. Dengan demikian, bukankah pendapat yang terakhir bahwa melalui cara apapun ASI memasuki tubuh seorang anak adalah persusuan menjadi lebih tepat?

Lalu, bagaimana dengan Bank ASI? Bagi kalangan dunia internasional, bank ASI dianggap lebih aman dibandingkan BAGI ASI dimana ASI yang diperoleh dari banyak ibu sebelum diserahkan kepada yang membutuhkan harus melalui sebuah proses pasteurisasi. Jika melihat secara gamblang proses bank ASI yang dilakukan di luar negeri, sepertinya sulit untuk dilakukan di Indonesia. Mengingat bahwa ASI yang diproses merupakan kumpulan ASI dari banyak ibu kemudian diproses pasteurisasi bersama-sama, baru dibagikan. Melihat proses ini menimbulkan kekhawatiran akan kepemilikan ASI tersebut menjadi tidak jelas. Hal inilah yang dilakukan di sebuah bank ASI milik RS swasta di Indonesia.

Jika merujuk kepada firman Allah subhana wa ta’ala,

“ …dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS. Ath-Thalaq : 6)

Maka, BAGI ASI merupakan solusi aman kala ibu menemui kendala dalam memberikan ASI pada buah hatinya. Bahkan Rasulullah shalallaahu alayhi wa sallam pun memiliki ibu susuan, sebagaimana dikisahkan dalam shirah nabawiyyah.

Dan melihat dari pernyataan WHO di pada halaman 10 dokumen yang berjudul ‘Global Strategy for Infant and Young Child Feeding’ (http://whqlibdoc.who.int/publications/2003/9241562218.pdf), di bawah judul “Exercising other feeding options”, disana tercatat bahwa:

18. The vast majority of mothers can and should breastfeed, just as the vast majority of infants can and should be breastfed. Only under exceptional circumstances can a mother’s milk be considered unsuitable for her infant. For those few health situations where infants cannot, or should not, be breastfed, the choice of the best alternative – expressed breast milk from an infant’s own mother, breast milk from a healthy wet-nurse or a human-milk bank, or a breast-milk substitute fed with a cup, which is a safer method than a feeding bottle and teat – depends on individual circumstances.

19. For infants who do not receive breast milk, feeding with a suitable breast-milk substitute – for example an infant formula prepared in accordance with applicable Codex Alimentarius standards, or a home-prepared formula with micronutrient supplements – should be demonstrated only by health workers, or other community workers if necessary, and only to the mothers and other family members who need to use it; and the information given should include adequate instructions for appropriate preparation and the health hazards of inappropriate preparation and use. Infants who are not breastfed, for whatever reason, should receive special attention from the health and social welfare system since they constitute a risk group.

(Silakan terjemahkan melalui link ini http://translate.google.co.id/#)

Makanan lain pengganti ASI dalam hal ini berupa susu pengganti (susu formula) menjadi pilihan terakhir kala ASI tidak ditemukan. Pilihan utama adalah ASI Perah ibu kandung, menyusui pada ibu susuan atau pemberian ASI Perah dari ibu lain melalui berbagi ASI atau Donor ASI dari Bank ASI, dan terakhir adalah susu pengganti ASI. Dan pemberian susu pengganti ASI selayaknya didemonstrasikan oleh tenaga kesehatan, atau relawan kepada ibu dan anggota keluarga yang bersangkutan.

Ditambah adanya fakta resiko ilmiah http://www.facebook.com/note.php?note_id=103444963058640, http://www.infactcanada.ca/RisksofFormulaFeeding.pdf terhadap susu formula, mendorong sebagian orang tua memilih untuk menemukan BAGI ASI demi buah hati daripada memberikan susu formula.

Eats On Feets ingin membangkitkan kembali peranan dan kepedulian masyarakat sosial dalam menyelamatkan bayi dari pemberian susu formula. Membangkitkan sebuah perilaku sosial dengan BAGI ASI (Milk Sharing) yang telah lama ditinggalkan.

BAGI ASI lebih mendorong terjalinnya komunikasi antar ibu menyusui dan memperkuat tali silaturahim antar dua kelaurga. Kekhawatiran mengenai transmisi/penularan penyakit, Eats On Feets – Indonesia sangat menganjurkan untuk setiap ibu yang menerima BAGI ASI untuk melakukan pasteurisasi di rumah. Segala informasi lebih lanjut terkait pasteurisasi dan hal lainnya, dapat dibaca pada FAQ Eats On Feets GLOBAL. http://www.eatsonfeets.org/#faq

Di bawah ini adalah beberapa link yang terkait dengan proses pasteurisasi dari ASI Perah yang diperoleh jika kita kurang yakin dengan kesehatan ibu bersangkutan.

Mengenai masalah persusuan, maka khusus untuk Eats On Feets Indonesia didukung penuh oleh organisasi non profit Peduli ASI di Indonesia dengan sistem Bank Data BAGI ASI. Sistem ini mencatat dan setiap satu kali dalam setahun dilakukan pembaharuan data, dengan tujuan menekan kekahwatiran para orang tua akan terjadinya pernikahan antar saudara persusuan.

1 comment:

  1. Nice posting mba, keep sharing yaa..
    Yuukk mampir di blog sayaa ;)
    http://blog.gloriasetiadi.com/

    ReplyDelete