Tuesday, May 4, 2010

ASI Eksklusif Untuk Baby Rayyan

Menyusui bayi bagi saya adalah impian. Anak pertama saya, Shafiya, hanya berkesempatan menikmati ASI selama 2 bulan pertama, itu pun karena pada saat itu adalah fase kegelapan. Takut ASI kurang, stress berat badan bayi tidak naik, dan terlebih lagi, saat itu memang stress karena suami sudah pergi terlebih dulu ke Brisbane untuk mengambil master of Clinical Pharmacy di UQ pada saat Shafiya usia 13 hari! Yah, lengkap deh kegagalan ASI eksklusifnya.
Dalam hati sejak saat itu saya berniat, jika diberi amanah lagi oleh Allah, maka saya harus mengusahakan untuk menyusui secara eksklusif walaupun saya bekerja.

Di mulai dari saat kehamilan, saya sudah banyak belajar tentang ASI via milis asiforbaby juga buku Jack Newmann dan menjadi member Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. Banyak berdiskusi dengan teman-teman sesama ibu menyusui dan konsultan laktasi makin menambah pengetahuan dan semangat untuk ASI Eksklusif.

Pada saat melahirkan, alhamdulilah saya diberi kesempatan untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD) oleh dokter obgyn saya yang sangat pro ASI. Baru 1 jam setelah melahirkan, baby sudah diperkenankan rooming in dan langsung belajar menyusui dan bisa! Alhamdulillah.
Demikian pula para suster di Rumah Sakit tersebut, semuanya mendukung keinginan saya untuk ASI eksklusif. Sampai-sampai ketika baby Rayyan harus disinar karena agak kuning. Setiap baby Rayyan menangis, saya selalu dipanggil untuk menyusui.

Suami, orang tua, dan mertua semuanya sangat mendukung untuk ASI eksklusif walaupun Bapak pada awalnya selalu bertanya kenapa tidak pakai susu kaleng dan menyarankan beberapa merk susu formula yang menurut beliau bagus. Saya hanya menanggapi dengan mengatakan, "Alhamdulillah ASI masih cukup."

Belum tiga bulan cuti, karena urusan kerja, saya harus masuk lebih awal. Kurang lebih 3 minggu lebih awal daripada jadwal seharusnya. Hati berdebar membayangkan baby Rayyan harus menikmati ASI perahan dari cangkir dan sendok dengan disuapi oleh Eyang Putrinya. Tapi minum ASIP melalui cangkir dan sendok pun sekarang sudah tidak lagi menjadi masalah.

Cobaan pun datang lagi ketika freezer khusus ASI perah mendadak rusak padahal didalamnya telah tersimpan 50 botol ASI Perah. Sebagian diantaranya cair. Namun suami tetap membesarkan hati, agar bersemangat memerah. Suami sigap memindahkan ASI Perah ke freezer kulkas dan 80 persen terselamatkan.

Bekerja sebagai dosen sekaligus dokter spesialis mata membuat jam kerja saya cukup panjang. Setelah di RSU dan Fakultas Kedokteran jam 8 sampai jam 14, siang ataupun sore hari masih dilanjut dengan pelayanan di Surabaya Eye Clinic, sehingga praktis baby Rayyan akan banyak mengonsumsi ASI perah.
Namun tekad saya untuk tetap memberikan tetesan yang sangat berharga itu terus membara. Beberapa bulan sudah saya dan baby Rayyan menjalani ini. Terkadang ketika diperah ASI keluar lancar, terkadang sedikit sekali. Namun tetes demi tetes tetap saya kumpulkan dengan penuh cinta. Rasa bahagia terpancar ketika baby Rayyan segera mendekap ke dada saya untuk minta disusui setiap saya pulang kerja adalah sesuatu yang tak dapat digantikan dengan apapun.


Sudah 6 bulan Baby Rayyan dan saya bekerja sama untuk memberikan ASI eksklusif. Bagi ibu-ibu menyusui yang lain, mungkin ini hal biasa namun tidak bagi saya.

Anakku,
Bila bunda boleh memilih
Apakah bunda berdada indah,
Atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,
Maka bunda memilih menyusuimu,
Karena dengan menyusuimu bunda telah membekali hidupmu
Dengan tetesan-tetesan dan tegukan-tegukan yang sangat berharga
Merasakan kehangatan bibir dan badanmu di dada bunda dalam kantuk bunda,
Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak akan pernah bisa rasakan
(Ratih Sang)

No comments:

Post a Comment