Friday, May 27, 2011

ASI, KASIH sayang dan SOLIDARITAS

Dear All,
Just Repost kisah ttg perjuangan seorang ibu untuk memberikan ASI
kepada babynya.
Cerita ini ditulis oleh mba Ira-Tim KLASI Bandung (punten repost ya mba) :)
Untuk memberikan ASI, tidak dibutuhkan alat2 yang canggih dan biaya
yang besar. Modal pemberian ASI adalah niat dan tekad yang kuat dari
sang ibu.

Salam ASI,
-Niken-

=================================================================

ASI, Kasih Sayang, Pengorbanan dan Solidaritas antar Sesama Manusia

Bagi saya pribadi, bisa memberikan ASI ekslusif 6 bulan kepada bayi memiliki
makna yang luas, bukan semata-mata memberikan asupan yang terbaik untuk bayi
atau terciptanya bonding (ikatan batin) yang kuat antara ibu dan bayi,
tetapi lebih dari itu. Dari ASI, saya mendapatkan pelajaran hidup yang
sangat berharga, membuat saya lebih bisa memaknai hidup, serta lebih
mensyukuri nikmat dan karunia Maha Pencipta.

Salah satu dari sekian banyak yang pernah saya lalui bersama ASI adalah
cerita perjuangan Mba Kemijem, saya punya alasan kenapa cerita Mba Kemijem
yang saya angkat kali ini, karena dalam cerita ini betapa banyaknya Mba Kemi
(nama panggilan Mba Kemijem) menghadapi rintangan dengan segala
keterbastasan yang dimilikinya, ia tidak pernah menyerah, dalam cerita ini
teman-teman di uji rasa solidaritas dan keikhlasan kami ketika membantu Mba
Kemi.

Mba Kemi adalah seorang buruh pabrik yang pada waktu itu sedang hamil anak
kedua, orangnya tidak banyak bicara, setiap mengikuti kelas asi di musola
hanya diam mendengarkan saya membaca artikel tentang ASI. Suatu hari saya
tembak dia dengan bertanya mengenai rencana Mba Kemi melahirkan bayinya.
Jawabannya saat itu adalah “saya belum tau, sepertinya saya akan melahirkan
di Jawa Tengah kampung halaman saya, dan saya akan menitipkan bayi saya pada
orang tua saya di kampung ketika nanti cuti melahirkan habis. Sebab untuk
melahirkan di sini tidak memungkinkan, nanti setelah saya masuk kerja siapa
yang akan mengurus bayi saya”

Mendengar jawaban Mba, saya bertanya lagi, “Apa Mba ngak kepengen memberikan
bayinya ASI Ekslusif ?” Mba hanya tersenyum menanggapi pertanyaan saya.
Sejak saat itu saya mulai berfikir keras bagaimana caranya supaya bisa
membantu si Mba agar mau berjuang memberikan ASI Ekslusif u bayinya. Saya
ngak banyak memaksa mba, saya cuma mengajak dia untuk
rajin datang ke musola sama-sama belajar tentang ASI. Saya membayangkan
bagaimana jika saya berada diposisi mba dengan
segala keterbatasannya, saat itu yang bisa saya lakukan adalah berusaha
membangkitkan semangat Mbak Kemi untuk mau “berjuang” demi ASI.

Alhamdulillah Mba rajin sekali hadir di musola, sesekali saya tanya “Mba
artikel asinya, suka di baca ngak di rumah ?”, Mba menjawab “Sering bu,
malah kalo saya cape suami saya yang membacakan artikel tsb untuk saya”.
Dalam hati saya bersyukur sekali mendengar jawabannya, berarti sudah ada
kemauan dari Mba dan suaminya.

Hari-hari pun berlalu, sesekali saya lontarkan pertanyaan pada mba tentang
rencana melahirkan bayinya, jawabannya masih sama dengan jawaban peratama.

Ketika kehamilannya semakin besar ada perkembangan yang mengejutkan akhirnya
mba mulai berubah pikiran, mba berniat melahirkan di Rancaekek tempat Mba
dan Suaminya bermukim saat itu.
Namun ternyata persoalannya tidak semudah itu, kendala yg dihadapi oleh mba
adalah pertama dia harus mencari pengasuh bayinya, yang kedua adalah
kontrakan tempat tinggal mba tidak memiliki daya listrik yang cukup untuk
menyalakan sebuah kulkas dan memiliki daya listrik yg kecil yaitu 225 watt,
dipakai untuk menyalakan tv, lampu, akuarium , radio, rice cooker dll
maka kalo kalo ditambah kulkas tidak akan kuat alias pasti ngejepret.
Mendengar hal tsb saya menarik napas panjang dan sekali lagi memahami
kondisi mba sambil ikut berpikir mencarikan solusi.

Untuk persoalan pertama mengenai pengasuh bayinya, Mba dan suaminya berusaha
mencari, ada yang bersedia tapi bayinya
di asuh di rumah yang ngasuh bukan di rumah Mba Kemi, yah apa boleh buat
daripada ngak ada sama sekali yang ngasuh bayinya selama di tinggal ibu
bapaknya kerja. Satu masalah selesai, persoalan berikutnya adalah tempt
penyimpanan ASI yaitu kulkas. Saya menyarankan bagaimana dititip di
tetangga, ya coba deh PDKT sama tetangga siapa tau ada yang bersedia
dititipi ASI perah di frezzer kulksnya. Ternyata tetangga-tetangga nya pun
tidak memiliki kulkas. Berarti harus cari jalan lain untuk menyimpan stok
ASI.

Di dalam kumpulan artikek ASI yang saya bagikan pada temen2 pabrik, ada
tulisan dr Utami Roesli, bahwa tidak memiliki kulkas tidak menghalangi
seorang ibu bekerja untuk tidak bisa memberikan ASI ekslusif 6 bulan pada
bayinya. Dan kebetulan juga ada seorang teman pabrik pernah mempraktekan
menyimpan ASI di termos ketika dia dan bayinya harus menginap beberapa hari
di kontrakan suaminya yang tidak ada kulkas. Saya, Mba Kemi dan teman
lainnya jadi ikut sama-sama belajar tips-tips menyimpan stok ASI dalam
termos. Saya optimis insya allah masalah ngak punya kulkas sudah bukan
menjadi kendala Mba Kem. Selanjutnyauntuk memotivasi mba, saya berburu
tulisan ibu2 menyusui dengan berbagai kendala yang harus mereka hadapi tapi
tetap bisa lulus ASIX.

Akhirnya Mba Kemi mulai masuk masa cuti, hari-hari terakhir bertemu Mba di
musola, Mba dan suaminya sudah bertekad bulat
untuk melahirkan di Rancaekek. Terharu rasanya, saya jadi bangga dan kagum
pada mereka yang mau berjuang demi ASIX. Pesan terakhir saya “Mba kalo ada
apa-apa jangan sungkan-sungkan untuk hubungi saya, mudah2an saya bisa
bantu”.

Sebulan kemudian saya mendapat kabar dari suami Mba bahwa Mba sudak
melahirkan bayi laki-laki dengan operasi caesar di RS
terdekat, Mba dan si bayi sehat walafiat, alhamdulillah. Namun saya mendapat
kabar buruk, yaitu mba tidak di beri kebebasan oleh petugas RS untuk menemui
dan menyusui bayinya dengan alasan karena Mbak melahirkan caesar. Segera
setelah mendengar kabar tersebut saya sharing dengan teman-teman dan Tim
Klasi Bandung (Dinny dan Linda). Mendengar kabar ini Linda dan Dinny
tergerak hatinya untuk mengunjungi Mba Kemi di RS. Karena pada waktunya itu
kita sedang sibuk-sibuknya di kantor masing-masing, kita baru bisa
mengunjungi mba keesokan harinya.

Lokasi tempat kami kerja dengan rumah sakit lumayan jauh, Linda berangkat
dari Dago dan Dinny dari Ujung berung, kalo saya sih masih keitung dekat.
Kami bertiga tiba di RS dan menemui Mba, mendengarkan cerita Mba dipersulit
oleh petugas RS untuk bisa bertemu dan memberikan ASI pada bayinya, kemudian
kami bertiga berusaha mencari tau bagaimana fakta yang sebenarnya dengan
bertanya kepada beberapa petgas yang sedang berjaga saat itu. Rupanya
memberikan ASIX belum menjadi prosedur utama di RS tsb, lalu kami menemui
manajemen RS, berusaha menyampaikan keluhan dan keinginan kami, mba pun
diberi kemudahan untuk bisa menemui dan menyusui bayinya. Setelah urusan
selesai kami kembali ke tempat kerja kami, di luar RS saat itu hujan deras,
Dinny sedang hamil besar berdua Linda kembali ke Bandung naik angkot, salut
pada Dinny dan Linda yang mau jauh2 datang untuk memberikan support pada Mba
Kemi, terima kasih teman2

Alhamdulilah setelah kami mengunjungi RS, Mba bisa bebas bertemu bayinya,
meskipun kadang mba musti sedikit ngotot pada petugas.. Semangat mba patut
di acungi jempol. Meskipun menemui kendala, mba ngak mudah putus asa, mba
ngak sungkan meminta bantuan pada kami, empat hari di RS akhirnya mba dan
bayi laki2nya diijinkan pulang, saya dan mba masih sering kontak lewat sms.

Hari-haripun berlalu, tak terasa mba sudah waktunya untuk masuk kerja lagi,
masalahnya mba ngak punya kulkas menyimpan stok asinya. Tetangga ngak ada
yang punya kulkas, mencari warung yang menjual es batu pun ternyata ngak
semudah yang dibayangkan (tadinya sayang pikir pasti banyak warung yang
menjual es batu dan bisa langganan beli es batu setiap hari)
unttuk mencari es batu, suaminya harus mencari kesana kemari dan akhirnya
bisa dapat es batu dari warung yang letaknya jauh dari kontrakannya.

Sampai disini kok jadi saya yang pesimis, namun rasa pesimis itu saya
singkirkan, dan tetap memberikan semangat pada mba dan suaminya. Mba dan
suami setiap hari sama-sama berjuang menghadapai segala macam kendala dan
keterbatasan demi ASI (mba harus ektra usaha memanage stok asi, suaminya
berburu es batu, mba yang buruh pabrik dengan jam kerja shift harus
meluangkan waktu di sela waktunya setiap 2 jam kerja memerah asi, sering
kali mba harus kejar-kejaran stok asi dll). Belum mba dan suami mendapat
cemoohan dari lingkungan sekitar yang tidak mendukung pemberian ASIX, bahkan
pengasuh bayinya pun sempet ngeyel untuk memberikan bayi mba susu formula
dan MPASI sebelum usia bayi 6 bulan.
Mba dan suami menghadapi berbagai rintangan yang cukup berat, namun mereka
pantang menyerah untuk terus berusaha memberikan ASIX pada bayi mereka. Dan
alhamdulillah sepanjang yang saya ikuti perkembangannya bayi mereka tumbuh
dengan sehat.

Lama tidak mendengar kabarnya, waktu itu saya sudah tidak bekerja dan sedang
repot-repotnya persiapan pindah rumah ke Jakarta. Tiba2-tiba saya mendapat
sms dari mba yang mengabari bahwa saat itu mba di diagnosa demam berdarah
dan harus di opname. Masalahnya stok asi untuk bayinya tidak cukup, mungkin
karena mba sakit jadi asinya kurang, hebatnya mba ngak menyerah dia tetap
memberikan asinya.

Saya ingat betul waktu itu hari kamis 2 juli 2009 dimana saya sedang ada
urusan dan masih ada beberapa yang belum beres untuk kepindahan rumah saya.
Tiba-tiba dapat sms lagi dari Mba, segela saya telepon balik, ternyata mba
sudah di opname, mba tetap memerah asinya (atas sepengetahuan dokter yang
merawatnya), tapi stoknya tidak cukup karena si bayi sedang rakus-rakusnya
minum Asi. Saat itu saya merasa tidak ada yang bisa saya perbuat, untuk
menolong mbak, akhinya saya menjelaskan bahwa dalam kondisi darurat ibu bisa
memberikan susu formula pada bayinya sebagai jalan terakhir. Tau ngak apa
tanggapan dari Mba Kemi “... tapi kalo bayi saya diberi susu formula sayang
bu, karena sebentar lagi lulus ASIX”. Ya Allah mendengar tanggapan mba, pipi
saya serasa di tampar keras sekali, saya malu dan merasa egois sekali, dalam
kondisi begini hanya karena sedang sibuk dan tanpa mau berusaha berpikir
panjang membantu Mba Kemi, saya dengan entengnya menyarankan bayinya mba di
beri susu formuka. Padahal selama ini sejak awal mba hamil saya selalu
mendorong mba untuk berjuang demi asix. Saya lupa bisa menyusui anak kedua
saya sampai detik ini (2 tahun 2 bulan) juga karena dukungan dan bantuan
teman-teman saya. Masa kali ini saya ngak bisa apa-apa untuk membantu mba
yang benar-benar sedang membutuhkan pertolongan

Akhirnya tanpa pikir panjang saya tawarkan apakah mba mau menerima donor
asi, kalo mau syaa usahakan hari itu juga mencari
donr asi dan kalo sudah dapat akan segera saya antar ke RS, mba mau menerima
donor asi. Segera saya sebar pengumuman melalu sms ke teman2 saya untuk
mencari donor asi, alhamdulillah waktu itu dalam kondisi singkat dapat
jawaban dari dinny bahwa dia bersedia mendonorkan asinya. 10 botol ASI saya
ambil di kantor Dinny (Dinny sempat ngambil botol2 tersebut di rumahnya).
Dinny memang punya stok asi yang bisa didonorkan. Padahal sebenarnya saat
itu dinny juga sedang kejar-kejaran stok memenuhi kebutuhan bayinya,
subahanalloh saat itu keikhlasan kami sedang di uji saat itu yang kami
pikirkan hanya 1, bayi mba kemi tidak boleh kehabisan asi. Jam 12 asi donor
dari dinny berhasil di antarkan dan sampai ke tangan suami Mba Kemi.
Alhamdulilalh lega sekali rasanya. Beberapa hari kemudian saya dapat kabar
mba sudah keluar dari RS. Mba mengucapkan terima kasih karena asi donor dari
dinny menyelamatkan bayinya dari sufor, alhamdulillah.

Waktu pun berlalu, saya pindah ke jakarta. Suatu sore saya mendapat telepon
dari suami mba, dia curhat bnyinya ngak mau menyusu ke ibunya, di beri dot
juga susah ngak mau sama sekalu minum asi, saya menyarankan untuk
menghentikan pemberian dot, diganti dengan menyuapi asi pakai sendok dan
untuk mengatasi supaya mau menyusu langsung ke payudara ibunya dicoba dengan
berbangai cara dengan kesabaran dan kasih sayang insya Allah bisa teratasi.

Setelah curhatan itu, saya ngak dapat kabar apa-apa lagi dari Mba Kemi
sampai tanggal 31 Juli 2009 saya dapat sms dari mba yang mengabarkan bahwa
bayinya sudah lulus asi ekslusif, subhanalloh alhamdullilan membaca sms Mba
Kemi mata saya berkaca-kaca mengingat beratnya cobaan yang harus di alami
Mba Kemi dan suami lalui, oh iya alhamdullilah bayinya sudah mau menyusu
langsung ke ibunya.
Rasa syukur dan bangga sekali pada mba dan suami. Bravo mba. Dalam smsnya
mba menuliskan kata-kata “ betul ya bu, kalau kita mau usaha dan berdoa
ternyata bisa dan Allah selalu memberikan jalan untuk kita” iya mba, allah
memang memberikan jalan karena mba dan suami tidak mau menyerah pada
keadaan.

Dari cerita perjuangan Mba Kemi, saya mendapat pelajaran hidup, asi telah
menyeret hati nurani saya untuk selalu berbagi dan berusaha sekuat tenaga
untuk membantu sesama ibu yang ingin bisa menyusui bayinya.
Ketika bertemu dengan ibu yang mengalami kesulitan memberikan asi, kita
harus berada di pihaknya, berusaha mengerti dan memahami apa saja kesulitan
yang sedang dihadapi, dukungan yang besar dari lingkungan sangat berarti
untuk ibu sedang mengalami kesulitan menyusui (itu lah yang saya rasakan).

Bagi ibu yang sampai saat ini masih menemukan kendala dalam memberikan asi
pada bayinya berusahalah ibu, jangan menyerah berkacalah pada kisah
perjuangan Mba Kemijem yang tetap berjuang pantang mundur menghadapi
berbagai rintangan dengan buah cintanya.
Menjadi seorang ibu adalah perkerjaan yang mulia meskipun mengemban tugas
yang berat memelihara, menjaga dan merawat
anak2nya, tuhan telah memilih kita untuk menjalaninya jalanilah dengan penuh
kesabaran keihlasan dan cinta.

Akhir kata mudah-mudahanan tulisan ini bisa menggugah hati kita semua yang
saling peduli dan berjuang pantang menyerah agar bayi-bayi bisa mendapatkan
haknya yaitu asi.

Ira Indiana - Tim KLASI Bandung

No comments:

Post a Comment